Evolution KA Babarandek (Batu Bara Rangkaian Pendek) Dari Masa Ke Masa

Published 2024-08-05
Evolution KA Babarandek (Batu Bara Rangkaian Pendek) Dari Masa Ke Masa

Segmen
0:08 2000 - 2011
0:22 2011 - Sekarang


Kereta api Batubara Rangkaian Pendek (atau yang biasa disebut Babarandek) atau nama resminya Gadingnambo Service, merupakan Kereta api barang pengangkut batubara yang dioperasikan oleh KAI Logistik (anak perusahaan PT KAI) yang melayani rute Cigading-Nambo melalui Jalur Barat Rangkasbitung-Parungpanjang dan tiba di Kampung Bandan (akan memutar lokomotif ke arah Nambo) dan via Manggarai-Depok dan sebaliknya.

Kereta api Batubara Rangkaian Pendek beroperasi di Indonesia pada tahun 1986. Batubara ini diangkut dari Tambang Batu bara yang berlokasi di Tegalratu, Ciwandan, Cilegon.

Jalur kereta api (KA) lintas Citayam – Nambo dipergunakan untuk peruntukan awalnya, yakni sebagai jalur KA barang angkutan batubara. Mulai Senin (11 Juli 2016), KA barang angkutan batubara rangkaian pendek alias Babarandek beroperasi dari Cigading ke Kampung Bandan, lalu melanjutkan perjalanan ke Nambo, Kabupaten Bogor dengan jadwal beroperasi 2 kali perjalanan pulang-pergi (PP) dalam sehari semalam.

Rangkaian KA ini bermuatan batu bara dari Pulau Sumatra yang sebelumnya diangkut kapal ke pulau Jawa melalui Selat Sunda, untuk keperluan industri semen milik PT Indocement Tunggal Prakarsa (Indocement) di wilayah Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Sebelumnya, KA ini beroperasi dengan relasi Cigading – Kampung Bandan – Bekasi, kemudian dari stasiun Bekasi, peti kemas berisi batu bara diangkut menggunakan truk ke pabrik Indocement. Berbeda dengan ketika masih bertujuan akhir Bekasi yang jalurnya mengikuti alur jalur KA lingkar Jakarta walaupun berubah arah, kali ini rangkaian KA Babarandek harus berhenti sedikit lebih lama di Stasiun Kampung Bandan untuk berpindah arah perjalanan sekaligus mengganti lokomotif dinas.

Pemindahan tujuan akhir KA Babarandek ke Stasiun Nambo yang sangat dekat dengan pabrik Indocement ini diharapkan dapat mempercepat dan mengefisienkan pengangkutan batu bara dari Cigading, dibanding dengan ketika tujuan akhir Bekasi. Penggunaan truk sebagai media angkut terusan pun tidak terlalu jauh, mengingat sangat dekatnya stasiun Nambo dengan lokasi pabrik Indocement, sehingga waktu tempuh dan biaya angkut dapat tereduksi. Beban jalan raya yang selama ini dilalui truk tersebut juga turut berkurang dengan pemindahan relasi KA ini.

Namun, pemindahan tujuan akhir KA barang andalan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) 1 Jakarta ini masih menjadi perhatian, mengingat salah satu jadwal KA Babarandek melalui lintas Manggarai – Bogor pada sore hari, tepat pada jam puncak kepadatan perjalanan dan penumpang KRL dan bisa saja berakibat makin banyaknya perjalanan KRL Commuter Line yang terhambat dan tertahan dikarenakan harus "mengalah" di beberapa stasiun, seperti Manggarai, Pasar Minggu dan Depok. Sementara jadwal lain yang berjalan di malam dan dini hari cenderung tidak terlalu memperpadat lintas yang sehari-harinya dilintasi hampir 400 perjalanan KRL tersebut.

Sejatinya, lintas cabang Citayam – Nambo memang dibangun untuk mengakomodasi KA Babarandek ini. Untuk menghemat biaya angkut serta efisiensi perjalanan dan waktu tempuh ketimbang terus menerus melakukan aktivitas bongkar muat di stasiun Bekasi, dibangunlah jalur KA cabang dari stasiun Citayam di lintas Manggarai – Bogor ke arah timur, menuju wilayah pabrik Indocement pada pertengahan dekade 1990-an. Dibangun pula 4 stasiun baru di lintas tersebut dengan ujung jalur sebuah stasiun besar di samping wilayah pabrik Indocement, stasiun Nambo.

Sayangnya, jalur ini tak sempat langsung digunakan untuk lintasan KA Babarandek karena beberapa alasan, salah satunya dianggap memperpadat lintasan KA komuter lintas Manggarai – Bogor yang sudah dilayani kereta rel listrik (KRL) dan KRD. Menghindari sia-sia, dioperasikanlah rangkaian KRD komuter “perintis” untuk penumpang di lintas tersebut yang berangkat dari stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat. KRD ini seolah menjadi cikal bakal layanan kereta api untuk penumpang di lintas tersebut yang kini dilayani kereta rel listrik (KRL) Commuter Line.

Sejak layanan KRD untuk penumpang dinonaktifkan pada tahun 2006, lintas ini sempat mati beberapa tahun sebelum akhirnya digunakan lagi pada tahun 2013, setelah proses instalasi kabel listrik aliran atas (LAA) atau elektrifikasi, dan direncanakan untuk digunakan sebagai lintas pelayanan KRL komuter. Namun, pembukaan kembali jalur ini malah dimulai dari pengoperasian layanan KA barang angkutan semen hasil produksi Indocement ke beberapa wilayah di pulau Jawa. Kehadiran KA angkutan semen ini seolah membuka jalan untuk digunakannya jalur ini untuk tujuan semula, angkutan batu bara. Dan kini, setelah diselingi dengan masuknya layanan KRL untuk penumpang pada tahun 2015 lalu, barulah wacana pengoperasian KA Babarandek di “jalur seharusnya” tersebut direalisasikan.








Jangan Lupa Like, Subscribe, and Comment

All Comments (1)